Oleh : Abu Muhammad Ma'ruf Al-Bimawi
Artinya: " Kitab ini (Al-Qur'an) tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa". (Al-Baqarah:2)
Artinya:
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ( mengikhlaskan ) ketaatan hanya kepada-Nya dalam (menjalankan) agama”. [QS. Al Bayyinah : 5]
Juga Allah subhanahuwata'ala berfirman agar kita ittiba' kepada Rasulullah salallahu'alahiwasallam.
Artinya:
"Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”.[QS. Al Hasyr : 7]
Artinya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”. [QS. Al-Ahzaab: 21]
Kemudian Rasulullah salallahu'alaihiwasallam bersabda :
Artinya
“Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal perbuatan kecuali yang murni dan hanya mengharap ridho Allah”. [HR. Abu Dawud dan Nasa’i]
Juga sabdanya :
Artinya: "Barang siapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada urusannya dari kami maka amal itu tertolak”. [HR. Muslim]
Hadits ini dhaif (lemah), sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi di Takhrijul Ihya (3/108), juga Al Albani di Silsilah Adh Dha’ifah (253). Bahkan Ash Shaghani agak berlebihan mengatakan hadits ini maudhu (palsu) dalam Maudhu’at Ash Shaghani (51).
Keterangan: jika memang terdapat penelitian ilmiah dari para ahli medis bahwa puasa itu dapat menyehatkan tubuh, makna dari hadits dhaif ini benar, namun tetap tidak boleh dianggap sebagai sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. (dikutip dari http://muslim.or.id)
Artinya: “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, do’anya dikabulkan, dan amalannya pun akan dilipatgandakan pahalanya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi di Syu’abul Iman (3/1437).
Hadits ini dhaif, sebagaimana dikatakan Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (1/310). Al Albani juga mendhaifkan hadits ini dalam Silsilah Adh Dha’ifah (4696).
Terdapat juga riwayat yang lain:
Artinya: “Orang yang berpuasa itu senantiasa dalam ibadah meskipun sedang tidur di atas ranjangnya.”
Derajat Hadits : Lemah
diriwayatkan oleh Tammam (18/172) berkata, " telah mengabarkan kepada kepada kami Yahya bin Abdillah bin az-Zajjaj berkata : " Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Harun telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Abdur Rahman, dari Hasyim bin Abu Hurairah al-Homsi, dari Hisyam bin Hasan, dari Ibnu Sirin, dari salman bin Amiir adh-Dhobbi secara marfu."
Sisi kelemahan hadits ini adalah adanya beberapa orang yang tidak dikenal, yaitu Yahya bin az-Zajjaj dan Muhammad bin Harun. (dikutip dari buku Ustadz Ahmad Sabiq, Lc, dalam Hadits Lemah dan Palsu yang populer di Indonesia)
Yang benar, tidur adalah perkara mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah. Maka, sebagaimana perkara mubah yang lain, tidur dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai sarana penunjang ibadah. Misalnya, seseorang tidur karena khawatir tergoda untuk berbuka sebelum waktunya, atau tidur untuk mengistirahatkan tubuh agar kuat dalam beribadah.
Sebaliknya, tidak setiap tidur orang berpuasa itu bernilai ibadah. Sebagai contoh, tidur karena malas, atau tidur karena kekenyangan setelah sahur. Keduanya, tentu tidak bernilai ibadah, bahkan bisa dinilai sebagai tidur yang tercela. Maka, hendaknya seseorang menjadikan bulan ramadhan sebagai kesempatan baik untuk memperbanyak amal kebaikan, bukan bermalas-malasan. (dikutip dari http://muslim.or.id)
Artinya: “Wahai manusia, bulan yang agung telah mendatangi kalian. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari 1. 000 bulan. Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai ibadah tathawwu’ (sunnah). Barangsiapa pada bulan itu mendekatkan diri (kepada Allah) dengan satu kebaikan, ia seolah-olah mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan yang lain. Barangsiapa mengerjakan satu perbuatan wajib, ia seolah-olah mengerjakan 70 kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, sedangkan kesabaran itu balasannya adalah surga. Ia (juga) bulan tolong-menolong. Di dalamnya rezki seorang mukmin ditambah. Barangsiapa pada bulan Ramadhan memberikan hidangan berbuka kepada seorang yang berpuasa, dosa-dosanya akan diampuni, diselamatkan dari api neraka dan memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tadi sedikitpun” Kemudian para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, tidak semua dari kita memiliki makanan untuk diberikan kepada orang yang berpuasa.” Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata, “Allah memberikan pahala tersebut kepada orang yang memberikan hidangan berbuka berupa sebutir kurma, atau satu teguk air atau sedikit susu. Ramadhan adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka.”
Derajat hadits : Munkar
Diriwayatkan oleh Al Mahamili dalam Amali No. 50, Ibnu Khuzaimah dalam Shohih beliau (1887) berkata, " Jika hadits ini shohih....," al-Wahidi dalam al-Wasith (1/640), dari Ali bin Zaid bin Ja'dan, dari Sa'id bin Musayyib, dari Salman al-Farisi berkata, " Pada hari terakhir bulan Sya'ban, Rasulullah berkhutbah kepada kami. Beliau bersabda.....(beliau menyebutka hadits di atas)."
Sisi cacatnya hadits karena dalam sanadnya terdapat Ali in Zaid bin Ja'dan.
Imam Ahmad berkata beliau (Ali in Zaid bin Ja'dan) adalah orang lemah haditsnya
Ibnu Khuzaimah berkata saya tidak berhujjah dengannya disebabkan hafalannya lemah.(dikutip dari buku Ustadz Ahmad Sabiq, Lc, dalam Hadits Lemah dan Palsu yang populer di Indonesia)
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1887), oleh Al Mahamili dalam Amaliyyah (293), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (6/512), Al Mundziri dalam Targhib Wat Tarhib (2/115)
Hadits ini didhaifkan oleh para pakar hadits seperti Al Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib (2/115), juga didhaifkan oleh Syaikh Ali Hasan Al Halabi di Sifatu Shaumin Nabiy (110), bahkan dikatakan oleh Abu Hatim Ar Razi dalam Al ‘Ilal (2/50) juga Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (871) bahwa hadits ini Munkar.
Adapun mengenai apa yang diyakini oleh sebagian orang, bahwa setiap amalan sunnah kebaikan di bulan Ramadhan diganjar pahala sebagaimana amalan wajib, dan amalan wajib diganjar dengan 70 kali lipat pahala ibadah wajib diluar bulan Ramadhan, keyakinan ini tidaklah benar berdasarkan hadits yang lemah ini. Walaupun keyakinan ini tidak benar, sesungguhnya Allah ta’ala melipatgandakan pahala amalan kebaikan berlipat ganda banyaknya, terutama ibadah puasa di bulan Ramadhan.
maka cukuplah yang menjadi sandara kita dalam hal ini adalah hadits-hadits shohi berikut ini:
Artinya: “Orang yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no.38, Muslim, no.760)
Artinya: “Pada awal malam bulan Ramadhan, setan-setan dan jin-jin jahat dibelenggu, pintu neraka ditutup, tidak ada satu pintu pun yang dibuka. Pintu surga dibuka, tidak ada satu pintu pun yang ditutup. Kemudian Allah menyeru: ‘wahai penggemar kebaikan, rauplah sebanyak mungkin, wahai penggemar keburukan, tahanlah dirimu’. Allah pun memberikan pembebasan dari neraka bagi hamba-Nya. Dan itu terjadi setiap malam” (HR. Tirmidzi 682, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi). (dikutip dari http://muslim.or.id)
Artinya:“Biasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika berbuka membaca doa: Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqabbal minni, innaka antas samii’ul ‘aliim.”
Derajat hadits : Lemah
Dirwayatkan oleh Abu Dawud (2358), Baihaqi (4/239), Ibnu Abi Syaibah (9744), Ibnu Suni (479), dan Baihaqi dalam Syua'bul Iman (3902), dari Mu'adz bin Zahroh, bahwasannya sampai kepadanya apabila Rasulullah berbuka beliau berdo'a dengan do'a diatas.
Sisi cacatnya hadits ini ada tiga yaitu :
1. Majhulnya Mu'adz bin Zahroh
2. Dia seorang Tabi'in yang langsung meriwayatkan kepada Rasulullah maka haditsnya mursal dho'if.
3. Sanad hadits ini mudhthorib.
oleh karena al-Hafizh Ibnu Haja dan al-Bani melemahkannya.
Do'a Puasa yang shohih yang dapat diamalkan adalah
Dzahabaz zhamaa-u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah
(‘ Telah hilang rasa haus, dan telah basah kerongkongan serta telah tetaplah pahala, Insya Allah’)”. (dikutip dari buku Ustadz Ahmad Sabiq, Lc, dalam Hadits Lemah dan Palsu yang populer di Indonesia)
Sedangkan doa berbuka puasa yang tersebar dimasyarakat dengan lafadz:
“Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, aku memohon Rahmat-Mu wahai Dzat yang Maha Penyayang.”
Hadits ini tidak terdapat di kitab hadits manapun. Atau dengan kata lain, ini adalah hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Al Mulla Ali Al Qaari dalam kitab Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih: “Adapun doa yang tersebar di masyarakat dengan tambahan ‘wabika aamantu’ sama sekali tidak ada asalnya, walau secara makna memang benar.” (dikutip dari http://muslim.or.id)
Demikianlah beberapa hadits-hadits dho'if yang bertebaran pada bulan Ramadhan dan hampir setiap muslim mengamalkan hadits-hadits ini sebagai landasan beramal pada bulan yang mubarak tersebut, semoga hadits-hadits yang termuat dalam artikel kali ini dapat memberikan pemahaman yang baik baik kita.
Sebenarnya masih banyak hadits-hadits dho'if yang berkenaan dengan masalah puasa pada bulan Ramadhan, semoga kita adalah termasuk orang-orang yang mau menggali kebenaran dari sumbernya yang asli dan murni.
Akhirnya saya mohon maaf bila dalam artikel ini teradapat kesalahan dan kekeliruan karena sesungguhnya itu semua datang dalam diri saya sebagai manusia yang tidak luput dari salah dan keliru, saran kritik saudara sangat ana harapkan, dan sesungguhnya suatu kebenaran itu datangnya dari Allah subhanahuwata'ala maka ambillah dan amalkan.
_________________________________________________________
Sumber rujukan :
1. buku Ustadz Ahmad Sabiq, Lc, Hadits Lemah dan Palsu yang populer di Indonesia
2. http://muslim.or.id/ramadhan/12-hadits-lemah-dan-palsu-seputar-ramadhan.html
3. http://abusalma.wordpress.com/2007/08/20/ramadhan-mubarak-penuh-berkah/
Sesungguhnya segala puji-pujian hanyalah milik Allah subhanahuwata'ala dan semoga sholawat dan salam selalu tercurah pada Rasulullah salallahu'alaihiwasallam, keluarga, para sahabatnya dan orang-orang yang senantiasa berpegang teguh pada tali agama Allah dan sunnah Rasul-Nya sebagaimana yang dipahami oleh salaful ummah sebagai generasi terbaik yang pernah dilahirkan dimuka bumi ini.
Saudara kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah subhanahuwata'ala....
Kedatangan bulan Ramadhan adalah sangat ditungguh-tungguh oleh kaum muslimin, karena bulan ini adalah merupakan bulan yang penuh keberkahan, banyak keutamaan-keutamaan yang bisa diraih didalamnya, dalam bulan ini Allah subhanahuwata'ala menurunkan kitab-Nya yang mulya yang menjadi petunjuk dalam hidup dan kehidupan manusia.
Allah Subhanahuwata'ala berfirman yang artinya
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدَرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدَرِ لَيْلَةُ الْقَدَرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al Qur’an) dalam suatu malam yang mulia. Tahukah kamu apakah malam yang mulia itu?, Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan” (Al Qadr : 1-3)
dan Firman-Nya yang artinya
ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ
Artinya: " Kitab ini (Al-Qur'an) tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa". (Al-Baqarah:2)
Tentunya dengan kedatangan bulan yang mulya ini kita telah jauh-jauh hari mempersiapkan diri untuk melaksanakannya dengan penuh hikmah dan khusyuk sehingga kita dapat meraih titel taqwa yang telah dijanjikan Allah subhanahuwata'ala.
Puasa pada bulan Ramadhan adalah merupakan ibadah yang telah diwajibkan oleh Allah subhanahuwata'ala kepada ummat ini maupun pada ummat-ummat sebelumnya, tentunya dalam beribadah kepada Allah subhanahuwata'alah kita harus memenuhi dua syarat utama agar diterimanya ibadah kita yaitu hendaknya kita ikhlas dan ittiba' dalam segala urusan ibadah kepada Allah subhanahuwata'ala karena tanpa keduanya atau salah satu dari keduanya maka amalan kita tidak akan diterima oleh Allah subhanahuwata'ala.
Allah subhanahuwata'ala berfirman.
وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ( mengikhlaskan ) ketaatan hanya kepada-Nya dalam (menjalankan) agama”. [QS. Al Bayyinah : 5]
Juga Allah subhanahuwata'ala berfirman.
فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ
Artinya :
“Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan (mengikhlaskan) ketaatan (mu) untuk-Nya.” [QS. Az Zumar : 2]Juga Allah subhanahuwata'ala berfirman agar kita ittiba' kepada Rasulullah salallahu'alahiwasallam.
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
Artinya:
"Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”.[QS. Al Hasyr : 7]
Dan Allah Ta’ala berfirman:
Artinya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”. [QS. Al-Ahzaab: 21]
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ
Artinya
“Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal perbuatan kecuali yang murni dan hanya mengharap ridho Allah”. [HR. Abu Dawud dan Nasa’i]
Juga sabdanya :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Artinya: "Barang siapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada urusannya dari kami maka amal itu tertolak”. [HR. Muslim]
Namun kadangkala ketika kita beribadah kepada Allah subhanahuwata'ala, kita tidak pernah kritis dalam beramal, maksudnya, apakah amalan kita akan diterima atau tidak oleh Allah subhanahuwata'ala, apakah amalan kita sudah sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh yang mulya uswatun hasanah Rasulullah salallahu'alaihiwasallam, karena betapa banyak diantara kita yang beramal sangat jauh menyimpang dari yang dicontohkan oleh Rasulullah salallahu'alaihiwasallam terutama praktek-praktek ibadah yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan, memang tidak bisa dipungkiri bahwa betapa banyak hadits-hadits dho'if, maudhu maupun yang tidak ada asal usulnya yang bertebaran pada bulan Ramadhan, hadits-hadits ini sering disampaikan oleh da'i-da'i, muballigh maupun ustadz-ustadz di mimbar-mimbar jum'at, kultum sebelum melaksanakan shalat tarawwih, maupun ceramah-ceramah umum lainnya.
Oleh karenanya pada kesempatan yang mulya ini saya akan memuat beberapa hadits-hadits dho'if, maudhu maupun hadits-hadits yang tidak ada asal usulnya yang berkenaan dengan bulan Ramadhan yang telah dijelaskan oleh para ulama, karena mengingat bulan Ramadhan untuk tahun 2012 M/1433 H akan segera hadir ditengah-tengah kita semua dan semoga nantinya kita akan beramal dengan amalan yang sesuai dengan contoh dari Rasulullah salallahu'alaihiwasallam, diantara hadits-hadits lemah dan palsu yang betebaran pada bulan Ramadhan adalah :
Artinya : "Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat.”
Derajat hadits : Lemah
Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam al-ausath : 2/225, Abu Nu’aim di Ath Thibbun Nabawi, dari jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abu Dawud berkata, " telah mengabarkan kepada kami Zuhair bin Muhammad, dari suhail bin Abi Sholih, dari bapaknya, dari Abu Hurairah secara marfu'.
sisi cacatnya hadits adalah pada Zuhair bin Muhammad orang yang lemah.
berkata Al Hafidz Al Iraqi di Takhrijul Ihya (3/108), diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al Ausath (2/225), dan Abu Nu'aim dalam Ath Thibbun Nabawi dengan sanad yang lemah
Hadits Pertama :
صوموا تصحوا
Artinya : "Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat.”
Derajat hadits : Lemah
Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam al-ausath : 2/225, Abu Nu’aim di Ath Thibbun Nabawi, dari jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abu Dawud berkata, " telah mengabarkan kepada kami Zuhair bin Muhammad, dari suhail bin Abi Sholih, dari bapaknya, dari Abu Hurairah secara marfu'.
sisi cacatnya hadits adalah pada Zuhair bin Muhammad orang yang lemah.
berkata Al Hafidz Al Iraqi di Takhrijul Ihya (3/108), diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al Ausath (2/225), dan Abu Nu'aim dalam Ath Thibbun Nabawi dengan sanad yang lemah
(dikutip dari buku Ustadz Ahmad Sabiq, Lc, dalam Hadits Lemah dan Palsu yang populer di Indonesia)
Hadits ini dhaif (lemah), sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi di Takhrijul Ihya (3/108), juga Al Albani di Silsilah Adh Dha’ifah (253). Bahkan Ash Shaghani agak berlebihan mengatakan hadits ini maudhu (palsu) dalam Maudhu’at Ash Shaghani (51).
Keterangan: jika memang terdapat penelitian ilmiah dari para ahli medis bahwa puasa itu dapat menyehatkan tubuh, makna dari hadits dhaif ini benar, namun tetap tidak boleh dianggap sebagai sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. (dikutip dari http://muslim.or.id)
Hadits Kedua
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ
Artinya: “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, do’anya dikabulkan, dan amalannya pun akan dilipatgandakan pahalanya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi di Syu’abul Iman (3/1437).
Hadits ini dhaif, sebagaimana dikatakan Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (1/310). Al Albani juga mendhaifkan hadits ini dalam Silsilah Adh Dha’ifah (4696).
(dikutip dari http://muslim.or.id)
Terdapat juga riwayat yang lain:
الصائم في عبادة و إن كان راقدا على فراشه
Artinya: “Orang yang berpuasa itu senantiasa dalam ibadah meskipun sedang tidur di atas ranjangnya.”
Derajat Hadits : Lemah
diriwayatkan oleh Tammam (18/172) berkata, " telah mengabarkan kepada kepada kami Yahya bin Abdillah bin az-Zajjaj berkata : " Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Harun telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Abdur Rahman, dari Hasyim bin Abu Hurairah al-Homsi, dari Hisyam bin Hasan, dari Ibnu Sirin, dari salman bin Amiir adh-Dhobbi secara marfu."
Sisi kelemahan hadits ini adalah adanya beberapa orang yang tidak dikenal, yaitu Yahya bin az-Zajjaj dan Muhammad bin Harun. (dikutip dari buku Ustadz Ahmad Sabiq, Lc, dalam Hadits Lemah dan Palsu yang populer di Indonesia)
Yang benar, tidur adalah perkara mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah. Maka, sebagaimana perkara mubah yang lain, tidur dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai sarana penunjang ibadah. Misalnya, seseorang tidur karena khawatir tergoda untuk berbuka sebelum waktunya, atau tidur untuk mengistirahatkan tubuh agar kuat dalam beribadah.
Sebaliknya, tidak setiap tidur orang berpuasa itu bernilai ibadah. Sebagai contoh, tidur karena malas, atau tidur karena kekenyangan setelah sahur. Keduanya, tentu tidak bernilai ibadah, bahkan bisa dinilai sebagai tidur yang tercela. Maka, hendaknya seseorang menjadikan bulan ramadhan sebagai kesempatan baik untuk memperbanyak amal kebaikan, bukan bermalas-malasan. (dikutip dari http://muslim.or.id)
Hadits 3
يا أيها الناس قد أظلكم شهر عظيم ، شهر فيه ليلة خير من ألف شهر ، جعل الله صيامه فريضة ، و قيام ليله تطوعا ، و من تقرب فيه بخصلة من الخير كان كمن أدى فريضة فيما سواه ، و من أدى فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه ، و هو شهر الصبر و الصبر ثوابه الجنة ، و شهر المواساة ، و شهر يزاد فيه رزق المؤمن ، و من فطر فيه صائما كان مغفرة لذنوبه ، و عتق رقبته من النار ، و كان له مثل أجره من غير أن ينتقص من أجره شيء قالوا : يا رسول الله ليس كلنا يجد ما يفطر الصائم ، قال : يعطي الله هذا الثواب من فطر صائما على مذقة لبن ، أو تمرة ، أو شربة من ماء ، و من أشبع صائما سقاه الله من الحوض شربة لايظمأ حتى يدخل الجنة ، و هو شهر أوله رحمة و وسطه مغفرة و آخره عتق من النار ،
Derajat hadits : Munkar
Diriwayatkan oleh Al Mahamili dalam Amali No. 50, Ibnu Khuzaimah dalam Shohih beliau (1887) berkata, " Jika hadits ini shohih....," al-Wahidi dalam al-Wasith (1/640), dari Ali bin Zaid bin Ja'dan, dari Sa'id bin Musayyib, dari Salman al-Farisi berkata, " Pada hari terakhir bulan Sya'ban, Rasulullah berkhutbah kepada kami. Beliau bersabda.....(beliau menyebutka hadits di atas)."
Sisi cacatnya hadits karena dalam sanadnya terdapat Ali in Zaid bin Ja'dan.
Imam Ahmad berkata beliau (Ali in Zaid bin Ja'dan) adalah orang lemah haditsnya
Ibnu Khuzaimah berkata saya tidak berhujjah dengannya disebabkan hafalannya lemah.(dikutip dari buku Ustadz Ahmad Sabiq, Lc, dalam Hadits Lemah dan Palsu yang populer di Indonesia)
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1887), oleh Al Mahamili dalam Amaliyyah (293), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (6/512), Al Mundziri dalam Targhib Wat Tarhib (2/115)
Hadits ini didhaifkan oleh para pakar hadits seperti Al Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib (2/115), juga didhaifkan oleh Syaikh Ali Hasan Al Halabi di Sifatu Shaumin Nabiy (110), bahkan dikatakan oleh Abu Hatim Ar Razi dalam Al ‘Ilal (2/50) juga Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (871) bahwa hadits ini Munkar.
Adapun mengenai apa yang diyakini oleh sebagian orang, bahwa setiap amalan sunnah kebaikan di bulan Ramadhan diganjar pahala sebagaimana amalan wajib, dan amalan wajib diganjar dengan 70 kali lipat pahala ibadah wajib diluar bulan Ramadhan, keyakinan ini tidaklah benar berdasarkan hadits yang lemah ini. Walaupun keyakinan ini tidak benar, sesungguhnya Allah ta’ala melipatgandakan pahala amalan kebaikan berlipat ganda banyaknya, terutama ibadah puasa di bulan Ramadhan.
maka cukuplah yang menjadi sandara kita dalam hal ini adalah hadits-hadits shohi berikut ini:
من صام رمضان إيمانا واحتسابا ، غفر له ما تقدم من ذنبه
Artinya: “Orang yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no.38, Muslim, no.760)
إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ، وَمَرَدَةُ الجِنِّ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ، وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الجَنَّةِ، فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ، وَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا بَاغِيَ الخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ، وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ، وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ
Artinya: “Pada awal malam bulan Ramadhan, setan-setan dan jin-jin jahat dibelenggu, pintu neraka ditutup, tidak ada satu pintu pun yang dibuka. Pintu surga dibuka, tidak ada satu pintu pun yang ditutup. Kemudian Allah menyeru: ‘wahai penggemar kebaikan, rauplah sebanyak mungkin, wahai penggemar keburukan, tahanlah dirimu’. Allah pun memberikan pembebasan dari neraka bagi hamba-Nya. Dan itu terjadi setiap malam” (HR. Tirmidzi 682, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi). (dikutip dari http://muslim.or.id)
Hadits 4
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال : اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت فتقبل مني إنك أنت السميع العليم
Artinya:“Biasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika berbuka membaca doa: Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqabbal minni, innaka antas samii’ul ‘aliim.”
Derajat hadits : Lemah
Dirwayatkan oleh Abu Dawud (2358), Baihaqi (4/239), Ibnu Abi Syaibah (9744), Ibnu Suni (479), dan Baihaqi dalam Syua'bul Iman (3902), dari Mu'adz bin Zahroh, bahwasannya sampai kepadanya apabila Rasulullah berbuka beliau berdo'a dengan do'a diatas.
Sisi cacatnya hadits ini ada tiga yaitu :
1. Majhulnya Mu'adz bin Zahroh
2. Dia seorang Tabi'in yang langsung meriwayatkan kepada Rasulullah maka haditsnya mursal dho'if.
3. Sanad hadits ini mudhthorib.
oleh karena al-Hafizh Ibnu Haja dan al-Bani melemahkannya.
Do'a Puasa yang shohih yang dapat diamalkan adalah
ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله
Dzahabaz zhamaa-u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah
(‘ Telah hilang rasa haus, dan telah basah kerongkongan serta telah tetaplah pahala, Insya Allah’)”. (dikutip dari buku Ustadz Ahmad Sabiq, Lc, dalam Hadits Lemah dan Palsu yang populer di Indonesia)
Sedangkan doa berbuka puasa yang tersebar dimasyarakat dengan lafadz:
اللهم لك صمت و بك امنت و على رزقك افطرت برحمتك يا ارحم الراحمين
“Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, aku memohon Rahmat-Mu wahai Dzat yang Maha Penyayang.”
Hadits ini tidak terdapat di kitab hadits manapun. Atau dengan kata lain, ini adalah hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Al Mulla Ali Al Qaari dalam kitab Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih: “Adapun doa yang tersebar di masyarakat dengan tambahan ‘wabika aamantu’ sama sekali tidak ada asalnya, walau secara makna memang benar.” (dikutip dari http://muslim.or.id)
Demikianlah beberapa hadits-hadits dho'if yang bertebaran pada bulan Ramadhan dan hampir setiap muslim mengamalkan hadits-hadits ini sebagai landasan beramal pada bulan yang mubarak tersebut, semoga hadits-hadits yang termuat dalam artikel kali ini dapat memberikan pemahaman yang baik baik kita.
Sebenarnya masih banyak hadits-hadits dho'if yang berkenaan dengan masalah puasa pada bulan Ramadhan, semoga kita adalah termasuk orang-orang yang mau menggali kebenaran dari sumbernya yang asli dan murni.
Akhirnya saya mohon maaf bila dalam artikel ini teradapat kesalahan dan kekeliruan karena sesungguhnya itu semua datang dalam diri saya sebagai manusia yang tidak luput dari salah dan keliru, saran kritik saudara sangat ana harapkan, dan sesungguhnya suatu kebenaran itu datangnya dari Allah subhanahuwata'ala maka ambillah dan amalkan.
_________________________________________________________
Sumber rujukan :
1. buku Ustadz Ahmad Sabiq, Lc, Hadits Lemah dan Palsu yang populer di Indonesia
2. http://muslim.or.id/ramadhan/12-hadits-lemah-dan-palsu-seputar-ramadhan.html
3. http://abusalma.wordpress.com/2007/08/20/ramadhan-mubarak-penuh-berkah/