Kamis, 28 Juni 2012

Hadits-hadits lemah dan palsu seputar bulan Ramadhan

Oleh : Abu Muhammad Ma'ruf Al-Bimawi

Sesungguhnya segala puji-pujian hanyalah milik Allah subhanahuwata'ala dan semoga sholawat dan salam selalu tercurah pada Rasulullah salallahu'alaihiwasallam, keluarga, para sahabatnya dan orang-orang yang senantiasa berpegang teguh pada tali agama Allah dan sunnah Rasul-Nya sebagaimana yang dipahami oleh salaful ummah sebagai generasi terbaik yang pernah dilahirkan dimuka bumi ini.
Saudara kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah subhanahuwata'ala....
Kedatangan bulan Ramadhan adalah sangat ditungguh-tungguh oleh kaum muslimin, karena bulan ini adalah merupakan bulan yang penuh keberkahan, banyak keutamaan-keutamaan yang bisa diraih didalamnya, dalam bulan ini Allah subhanahuwata'ala menurunkan kitab-Nya yang mulya yang menjadi petunjuk dalam hidup dan kehidupan manusia. 

Allah Subhanahuwata'ala berfirman yang artinya

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدَرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدَرِ لَيْلَةُ الْقَدَرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al Qur’an) dalam suatu malam yang mulia. Tahukah kamu apakah malam yang mulia itu?, Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan” (Al Qadr : 1-3)
 

dan Firman-Nya yang artinya
ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ

Artinya: " Kitab ini  (Al-Qur'an) tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa". (Al-Baqarah:2)

Tentunya dengan kedatangan bulan yang mulya ini kita telah jauh-jauh hari mempersiapkan diri untuk melaksanakannya dengan penuh hikmah dan khusyuk sehingga kita dapat meraih titel taqwa yang telah dijanjikan Allah subhanahuwata'ala.
Puasa pada bulan Ramadhan adalah merupakan ibadah yang telah diwajibkan oleh Allah subhanahuwata'ala kepada ummat ini maupun pada ummat-ummat sebelumnya, tentunya dalam beribadah kepada Allah subhanahuwata'alah kita harus memenuhi dua syarat utama agar diterimanya ibadah kita yaitu hendaknya kita ikhlas dan ittiba' dalam segala urusan ibadah kepada Allah subhanahuwata'ala karena tanpa keduanya atau salah satu dari keduanya maka amalan kita tidak akan diterima oleh Allah subhanahuwata'ala.

Allah subhanahuwata'ala berfirman.

وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Artinya:
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ( mengikhlaskan ) ketaatan hanya kepada-Nya dalam (menjalankan) agama”.  [QS. Al Bayyinah : 5]

Juga Allah subhanahuwata'ala berfirman.


فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ
Artinya :
“Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan (mengikhlaskan) ketaatan (mu) untuk-Nya.” [QS. Az Zumar : 2]

Juga Allah subhanahuwata'ala berfirman agar kita ittiba' kepada Rasulullah salallahu'alahiwasallam.

وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا


Artinya:
"Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”.[QS. Al Hasyr : 7]


  Dan Allah Ta’ala berfirman:


 Artinya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”. [QS. Al-Ahzaab: 21]

Kemudian Rasulullah salallahu'alaihiwasallam bersabda :

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ

 Artinya
“Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal perbuatan kecuali yang murni dan hanya mengharap ridho Allah”. [HR. Abu Dawud dan Nasa’i]

Juga sabdanya :
 
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Artinya: "Barang siapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada urusannya dari kami maka amal itu tertolak”. [HR. Muslim]

Namun kadangkala ketika kita beribadah kepada Allah subhanahuwata'ala, kita tidak pernah kritis dalam beramal, maksudnya, apakah amalan kita akan diterima atau tidak oleh Allah subhanahuwata'ala, apakah amalan kita sudah sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh yang mulya uswatun hasanah Rasulullah salallahu'alaihiwasallam, karena betapa banyak diantara kita yang beramal sangat jauh menyimpang dari yang dicontohkan oleh Rasulullah salallahu'alaihiwasallam terutama praktek-praktek ibadah yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan, memang tidak bisa dipungkiri bahwa betapa banyak hadits-hadits dho'if, maudhu maupun yang tidak ada asal usulnya yang bertebaran pada bulan Ramadhan, hadits-hadits ini sering disampaikan oleh da'i-da'i, muballigh maupun ustadz-ustadz di mimbar-mimbar jum'at, kultum sebelum melaksanakan shalat tarawwih, maupun ceramah-ceramah umum lainnya. 
Oleh karenanya pada kesempatan yang mulya ini saya akan memuat beberapa hadits-hadits dho'if, maudhu maupun hadits-hadits yang tidak ada asal usulnya yang berkenaan dengan bulan Ramadhan yang telah dijelaskan oleh para ulama, karena mengingat bulan Ramadhan untuk tahun 2012 M/1433 H akan segera hadir ditengah-tengah kita semua dan semoga nantinya kita akan beramal dengan amalan yang sesuai dengan contoh dari Rasulullah salallahu'alaihiwasallam, diantara hadits-hadits lemah dan palsu yang betebaran pada bulan Ramadhan adalah :

 Hadits Pertama :

صوموا تصحوا

Artinya : "Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat.”

 Derajat hadits : Lemah
Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam al-ausath : 2/225, Abu Nu’aim di Ath Thibbun Nabawi, dari jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abu Dawud berkata, " telah mengabarkan kepada kami Zuhair bin Muhammad, dari suhail bin Abi Sholih, dari bapaknya, dari Abu Hurairah secara marfu'.
sisi cacatnya hadits adalah pada Zuhair bin Muhammad orang yang lemah.
berkata Al Hafidz Al Iraqi di Takhrijul Ihya (3/108), diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al Ausath (2/225), dan Abu Nu'aim dalam Ath Thibbun Nabawi dengan sanad yang lemah
(dikutip dari buku Ustadz Ahmad Sabiq, Lc, dalam Hadits Lemah dan Palsu yang populer di Indonesia)

Hadits ini dhaif (lemah), sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi di Takhrijul Ihya (3/108), juga Al Albani di Silsilah Adh Dha’ifah (253). Bahkan Ash Shaghani agak berlebihan mengatakan hadits ini maudhu (palsu) dalam Maudhu’at Ash Shaghani (51).
Keterangan: jika memang terdapat penelitian ilmiah dari para ahli medis bahwa puasa itu dapat menyehatkan tubuh, makna dari hadits dhaif ini benar, namun tetap tidak boleh dianggap sebagai sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. (dikutip dari http://muslim.or.id)

Hadits Kedua

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ

Artinya: “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, do’anya dikabulkan, dan amalannya pun akan dilipatgandakan pahalanya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi di Syu’abul Iman (3/1437).
Hadits ini dhaif, sebagaimana dikatakan Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (1/310). Al Albani juga mendhaifkan hadits ini dalam Silsilah Adh Dha’ifah (4696).
(dikutip dari http://muslim.or.id)

Terdapat juga riwayat yang lain:
 
الصائم في عبادة و إن كان راقدا على فراشه

Artinya: “Orang yang berpuasa itu senantiasa dalam ibadah meskipun sedang tidur di atas ranjangnya.”

Derajat Hadits : Lemah

 diriwayatkan oleh Tammam (18/172) berkata, " telah mengabarkan kepada kepada kami Yahya bin Abdillah bin az-Zajjaj berkata : " Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Harun telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Abdur Rahman, dari Hasyim bin Abu Hurairah al-Homsi, dari Hisyam bin Hasan, dari Ibnu Sirin, dari salman bin Amiir adh-Dhobbi secara marfu."
Sisi kelemahan hadits ini adalah adanya beberapa orang yang tidak dikenal, yaitu Yahya bin az-Zajjaj dan Muhammad bin Harun. (dikutip dari buku Ustadz Ahmad Sabiq, Lc, dalam Hadits Lemah dan Palsu yang populer di Indonesia)
 

Yang benar, tidur adalah perkara mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah. Maka, sebagaimana perkara mubah yang lain, tidur dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai sarana penunjang ibadah. Misalnya, seseorang tidur karena khawatir tergoda untuk berbuka sebelum waktunya, atau tidur untuk mengistirahatkan tubuh agar kuat dalam beribadah.
Sebaliknya, tidak setiap tidur orang berpuasa itu bernilai ibadah. Sebagai contoh, tidur karena malas, atau tidur karena kekenyangan setelah sahur. Keduanya, tentu tidak bernilai ibadah, bahkan bisa dinilai sebagai tidur yang tercela. Maka, hendaknya seseorang menjadikan bulan ramadhan sebagai kesempatan baik untuk memperbanyak amal kebaikan, bukan bermalas-malasan. (dikutip dari http://muslim.or.id)


Hadits 3

يا أيها الناس قد أظلكم شهر عظيم ، شهر فيه ليلة خير من ألف شهر ، جعل الله صيامه فريضة ، و قيام ليله تطوعا ، و من تقرب فيه بخصلة من الخير كان كمن أدى فريضة فيما سواه ، و من أدى فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه ، و هو شهر الصبر و الصبر ثوابه الجنة ، و شهر المواساة ، و شهر يزاد فيه رزق المؤمن ، و من فطر فيه صائما كان مغفرة لذنوبه ، و عتق رقبته من النار ، و كان له مثل أجره من غير أن ينتقص من أجره شيء قالوا : يا رسول الله ليس كلنا يجد ما يفطر الصائم ، قال : يعطي الله هذا الثواب من فطر صائما على مذقة لبن ، أو تمرة ، أو شربة من ماء ، و من أشبع صائما سقاه الله من الحوض شربة لايظمأ حتى يدخل الجنة ، و هو شهر أوله رحمة و وسطه مغفرة و آخره عتق من النار ،

Artinya: “Wahai manusia, bulan yang agung telah mendatangi kalian. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari 1. 000 bulan. Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai ibadah tathawwu’ (sunnah). Barangsiapa pada bulan itu mendekatkan diri (kepada Allah) dengan satu kebaikan,  ia seolah-olah mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan yang lain. Barangsiapa mengerjakan satu perbuatan wajib, ia seolah-olah mengerjakan 70 kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, sedangkan kesabaran itu balasannya adalah surga. Ia (juga) bulan tolong-menolong. Di dalamnya rezki seorang mukmin ditambah. Barangsiapa pada bulan Ramadhan memberikan hidangan berbuka kepada seorang yang berpuasa, dosa-dosanya akan diampuni, diselamatkan dari api neraka dan memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tadi sedikitpun” Kemudian para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, tidak semua dari kita memiliki makanan untuk diberikan kepada orang yang berpuasa.” Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata, “Allah memberikan pahala tersebut kepada orang yang memberikan hidangan berbuka berupa sebutir kurma, atau satu teguk air atau sedikit susu. Ramadhan adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka.”

Derajat hadits : Munkar 


Diriwayatkan oleh Al Mahamili dalam Amali No. 50,  Ibnu Khuzaimah dalam Shohih beliau (1887) berkata, " Jika hadits ini shohih....," al-Wahidi dalam al-Wasith (1/640), dari Ali bin Zaid bin Ja'dan, dari Sa'id bin Musayyib, dari Salman al-Farisi berkata, " Pada hari terakhir bulan Sya'ban, Rasulullah berkhutbah kepada kami. Beliau bersabda.....(beliau menyebutka hadits di atas)."
Sisi cacatnya hadits karena dalam sanadnya terdapat Ali in Zaid bin Ja'dan.
Imam Ahmad berkata beliau (Ali in Zaid bin Ja'dan) adalah orang lemah haditsnya
Ibnu Khuzaimah berkata saya tidak berhujjah dengannya disebabkan hafalannya lemah.(dikutip dari buku Ustadz Ahmad Sabiq, Lc, dalam Hadits Lemah dan Palsu yang populer di Indonesia)


Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1887), oleh Al Mahamili dalam Amaliyyah (293), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (6/512), Al Mundziri dalam Targhib Wat Tarhib (2/115)
Hadits ini didhaifkan oleh para pakar hadits seperti Al Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib (2/115), juga didhaifkan oleh Syaikh Ali Hasan Al Halabi di Sifatu Shaumin Nabiy (110), bahkan dikatakan oleh Abu Hatim Ar Razi dalam Al ‘Ilal (2/50) juga Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (871) bahwa hadits ini Munkar.


Adapun mengenai apa yang diyakini oleh sebagian orang, bahwa setiap amalan sunnah kebaikan di bulan Ramadhan diganjar pahala sebagaimana amalan wajib, dan amalan wajib diganjar dengan 70 kali lipat pahala ibadah wajib diluar bulan Ramadhan, keyakinan ini tidaklah benar  berdasarkan hadits yang lemah ini. Walaupun keyakinan ini tidak benar, sesungguhnya Allah ta’ala melipatgandakan pahala amalan kebaikan berlipat ganda banyaknya, terutama ibadah puasa di bulan Ramadhan.


 maka cukuplah yang menjadi sandara kita dalam hal ini adalah hadits-hadits shohi berikut ini:
من صام رمضان إيمانا واحتسابا ، غفر له ما تقدم من ذنبه

Artinya: “Orang yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no.38, Muslim, no.760)


إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ، وَمَرَدَةُ الجِنِّ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ، وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الجَنَّةِ، فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ، وَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا بَاغِيَ الخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ، وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ، وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ

Artinya: “Pada awal malam bulan Ramadhan, setan-setan dan jin-jin jahat dibelenggu, pintu neraka ditutup, tidak ada satu pintu pun yang dibuka. Pintu surga dibuka, tidak ada satu pintu pun yang ditutup. Kemudian Allah menyeru: ‘wahai penggemar kebaikan, rauplah sebanyak mungkin, wahai penggemar keburukan, tahanlah dirimu’.  Allah pun memberikan pembebasan dari neraka bagi hamba-Nya. Dan itu terjadi setiap malam” (HR. Tirmidzi 682, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi). (dikutip dari http://muslim.or.id)


Hadits 4

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال : اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت فتقبل مني إنك أنت السميع العليم


Artinya:“Biasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika berbuka membaca doa: Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqabbal minni, innaka antas samii’ul ‘aliim.”

Derajat hadits : Lemah
 Dirwayatkan oleh Abu Dawud (2358), Baihaqi (4/239), Ibnu Abi Syaibah (9744), Ibnu Suni (479), dan Baihaqi dalam Syua'bul Iman (3902), dari Mu'adz bin Zahroh, bahwasannya sampai kepadanya apabila Rasulullah berbuka beliau berdo'a dengan do'a diatas.
Sisi cacatnya hadits ini ada tiga yaitu :
1. Majhulnya Mu'adz bin Zahroh
2. Dia seorang Tabi'in yang langsung meriwayatkan kepada Rasulullah maka haditsnya mursal dho'if.
3. Sanad hadits ini mudhthorib.
oleh karena al-Hafizh Ibnu Haja dan al-Bani melemahkannya.

Do'a Puasa yang shohih yang dapat diamalkan adalah

ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله


Dzahabaz zhamaa-u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah

(‘ Telah hilang rasa haus, dan telah basah kerongkongan serta telah tetaplah pahala, Insya Allah’)”. (dikutip dari buku Ustadz Ahmad Sabiq, Lc, dalam Hadits Lemah dan Palsu yang populer di Indonesia)


Sedangkan doa berbuka puasa yang tersebar dimasyarakat dengan lafadz:
 
اللهم لك صمت و بك امنت و على رزقك افطرت برحمتك يا ارحم الراحمين

“Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, aku memohon Rahmat-Mu wahai Dzat yang Maha Penyayang.”

Hadits ini tidak terdapat di kitab hadits manapun. Atau dengan kata lain, ini adalah hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Al Mulla Ali Al Qaari dalam kitab Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih: “Adapun doa yang tersebar di masyarakat dengan tambahan ‘wabika aamantu’ sama sekali tidak ada asalnya, walau secara makna memang benar.” (dikutip dari http://muslim.or.id)


Demikianlah beberapa hadits-hadits dho'if yang bertebaran pada bulan Ramadhan dan hampir setiap muslim mengamalkan hadits-hadits ini sebagai landasan beramal pada bulan yang mubarak tersebut, semoga hadits-hadits yang termuat dalam artikel kali ini dapat memberikan pemahaman yang baik baik kita.
Sebenarnya masih banyak hadits-hadits dho'if yang berkenaan dengan masalah puasa pada bulan Ramadhan, semoga kita adalah termasuk orang-orang yang mau menggali kebenaran dari sumbernya yang asli dan murni.
Akhirnya saya mohon maaf bila dalam artikel ini teradapat kesalahan dan kekeliruan karena sesungguhnya itu semua datang dalam diri saya sebagai manusia yang tidak luput dari salah dan keliru, saran kritik saudara sangat ana harapkan, dan sesungguhnya suatu kebenaran itu datangnya dari Allah subhanahuwata'ala maka ambillah dan amalkan.

_________________________________________________________

Sumber rujukan :

1. buku Ustadz Ahmad Sabiq, Lc,  Hadits Lemah dan Palsu yang populer di Indonesia

2. http://muslim.or.id/ramadhan/12-hadits-lemah-dan-palsu-seputar-ramadhan.html

3. http://abusalma.wordpress.com/2007/08/20/ramadhan-mubarak-penuh-berkah/

Jumat, 22 Juni 2012

Berdo'a dengan Mengangkat Tangan

Oleh : Abu Muhammad Ma'ruf Al-Bimawi

      Segala puji hanya milik Allah rabbul 'aalamin yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang hak, agar agama ini dimenangkannya diatas agama-agama yang lain walaupun orang-orang kafir dan sejenisnya sangat membencinya, sholawat serta salam semoga tetap tercurah pada Rasul akhir jaman Muhammad salallahu'alaihiwasallam serta keluarga dan para sahabat dan orang-orang yang senantiasa mengikuti mereka hingga hari kiamat.
      Do'a adalah merupakan salah satu sarana yang paling ampuh untuk memohon dan meminta segala kebutuhan kita kepada Allah subhanahwata'ala, karena dengannya manusia merendahkan diri dihadapan-Nya sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah subhanahuwata'ala dalam beberapa firman-Nya dan juga dari hadits-hadits Rasulullah salallahu'alaihiwasallam.
 Allah subhanahuwata'ala berfirman :
Artinya:
"Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas". (Qs:Al-A'raaf : 55)
Dan firman Allah subhanahuwata'ala
Atinya:
"Dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka (jawablah ) bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia memohon kepada-Ku" (Qs. Al-Baqarah : 186).
dan juga sabda Rasulullah salallahu'alaihiwasallam :
Artinya :
"Do'a adalah ibadah"
         Akan tetapi banyak diantara manusia melakukan kesalahan dan kekeliruan didalam berdo'a serta tidak mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya, sebab kesalahan dan kekeliruan adalah juga merupakan salah satu sebab tidak terkabulnya do'a seseorang. Oleh karenanya kita harus melalui beberapa adab-adab dalam berdo'a jika do'a kita ingin dikabulkan oleh Allah subhanahuwata'ala dan salah satu adab berdo'a yang sering dilewatkan oleh kaum muslimin adalah mengangkat tangan dalam berdo'a, bilakah kita harus mengangkat tangan dalam berdo'a, bilakah kita tidak harus mengangkat tangan dalam berdo'a, semuanya telah dicontohkan oleh yang mulya Rasulullah salallahu'alaihiwasallam, sehingga kita tidak perlu lagi mereka-reka, menambah-nambah atau bahkan kita mengurangi tata cara berdo'a yang telah sempurna dicontohkannya.
       Mengangkat tangan didalam berdo'a adalah merupakan etika yang paling agung dan memiliki keutamaan mulya serta penyebab terkbaulnya do'a.
Dari Salman Al-Farisi radhiyallahu'anhu bahwa Nabi salallahu'alaihiwasallam bersabda :
Artinya " Sesungguhnya Rabb Kalian Maha Hidup lagi maha Mulya, Dia malu dari hamba-Nya yang mengangkat kedua tangannya dikembalikan dalam keadaan kosong tidak mendapatkan apa-apa" (Hr. Abu Daud dalam sunannya dalam kitab shalat bab Do'a. At-Tarmidzi dalam sunannya dalam ba do'a dan imam Ahmad dalam Musnadnya dishohihkan oleh Imam Al-Bani rah.)
       Syaikh Al-Mubarakfuri berkata bahwa lafazh hayyun berasala dari lafazh haya yang mermakna malu. Allah memiliki sifat malu yang sesuai dengan keagungan dzat-Nya, kita beriman tanpa menggambarkan sifat tersebut. Lafzh Kariim yang berarti Maha Memberi tanpa diminta dan dihitungn atau Maha Pemurah lagi Maha Memberi yang tidak pernah habis pemberian-Nya, Dia dzat Maha Pemurah secara mutlaq. Lafazh an Yarudahuma shifran artinya kosong tanpa ada sesuatu yang harus diberikan pada hamba-Nya yang meminta dan mengangkat tangan mengharap pada-Nya.(Mur'atul Mafatih 7/363)
     Dari Anas radhillahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah salallahu'alaihiwasallam tidak berdo'a dengan mengangkat tangan kecuali dalam sholat istisqa'. (Hr. Shahih Al-Bukhari, bab Istisqa 2/12. Shahih Muslim, Kitab Istisqa 3/24)
Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata bahwa hadits tersebut tidak menafikan berdo'a dengan mengangkata tangan akan tetapi menafikan sifat dan cara tertentu dalam menganngkat tangan pada saat berdo'a, artinya mengangkat tangan dalam do'a istisqa' memiliki cara tersendiri mungkin dengan cara mengangkat tangan tinggi-tinggi tidak seperti pada do'a-do'a yang lain yang mengangkat tangan sejajar denga wajah saja.
Berdo'a dengan mengangkat tangan hingga sejajar dengan kedua pundak tidaklah bertentangan dengan hadits di atas sebab beliau pernah berdo'a hingga kelihatan putih ketiaknya, maka boleh berdo'a mengangkat tangan dalam berdo'a hingga kelihatan putih ketiaknya, akan tetapi dalam shalat istisqa' dianjurkan lebih dari itu atau mungkin pada saat shalat istisqa kedua telapak tangan diarahkan ke bumi dan dalam do'a selain keduanya kedua telapak tangan diarahkan ke atas langit.
       Imam Al-Mundiri mengatakan bahwa jika seandainya tidak mungkin menyatukan hadits-hadit di atas, maka pendapat yang menyatakan berdo'a dengan mengangkat tangan lebih mendekati kebenarran sebab banyak sekali hadits-hadits yang menetapkan mengangkat tangan dalam berdo'a, seperti yang telah disebut Imam Al-Mundziri dan Imam An-Nawawi dalam kitab Syarah Muhadzzab  dan Imam Al-Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad. Adapun hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari 'Amarah bin Ruwaibah bahwa dia melihat Bisyr bin Marwan mengangkat tangan dalam berdo'a, lalu mengingkarinya kemudian berkata : " saya melihat Rasulullah salallahu'alaihiwasallam tidak lebih dari ini sambil mengisyaratkan jari telunjuknya. Imam At-Thabari meriwayatkan dari sebagian salaf bahwa disunnahkan berdoa dengan mengisyaratkan jari telunjuk. Akan tetapi hadits di atas terjadi pada saat khutbah Jum'at dan bukan berarti hadits tersebut menafikan hadits-hadits yang menganjurkan mengangkat tangan dalam berdo'a. (Fathul Bari 11/146-147)
         Akan tetapi dalam masalah ini terjadi kekeliruan, sebagian orang ada yang berlebihan dan tidak pernah sama sekali mau meninggalkan mengangkat tangan dalam berdo'a, dan sebagian yang lainnya tidak pernah sama sekali mengangkat tangan dalam berdo'a serta sebagian yang lain diantara keduanya, artinya mengangkat tangan waktu bedo'a yang memang sudah ada anjurannya dan tidak mengangkat tangan waktu berdo'a yang tidak ada anjurannya. Imam Al-Izz bin Abdussalam berkata tidak dianjurkan mengangkat tangan pada do'a iftitah atau do'a diantara dua sujud. tidak ada satu haditspun yang membenarkan pendapat tersebut, demikian juga tidak disunnahkan mengangkat tangan ketikan membaca do'a tasyahud dan tidak dianjurkan do'a mengangkat tangan kecuali pada waktu-waktu yang dianjurkan Rasulullah untuk mengangkat tangan. (Fatawa Al-Izz bin Abdussalam hal. 47)
        Syaikh bin Baz berkata bahwa dianjurkan berdo'a mengangkat tangan karena demikian itu menjadi penyebab terkabulnya do'a berdasarkan firma Allah:
Artinya :" Sesungguhnya tuhan kalian Maha Hidup lagi Maha Mulya, Dia malu kepada hamba-Nya yang mengangkat kedua tangannya, dikembalikan dalam keadaan kosong tidak mendapat apa-apa (Hr. Abu Daud)
dan sabda Rasulullah salallahu'alaihiwasallam.
Artinya " Sesungguhnya Allah Maha baik tidak menerima kecuali yang baik dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada para Rasul, Allah berfirman :
" Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, Jika benar-benar hanya kepada Allah kamu menyembah (Qs. 2:172)
Dan Firman Allah: " Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah ama yang shaleh. sesungguhnya Aku maha mengetahui apa yang kamu kerjakan". (Qs. Al-Mukminuun: 51)
Kemudian beliau menyebutkan seseorang yang lusuh mengangkat kedua tangannya kearah langit berdo'a: " Ya Rabbi, Ya Rabbi tetapi makanannya haram, minumannya haram dan pakaiannya haram serta darah dagingnya tumbuh dari yang haram, bagaimana do'anya bisa dikabulkan ?. (Hr. Muslim dalam kitab Zakat 3/85-86).
      Tidak dianjurkan berdo'a mengangkat tangan Rasulullah salallahu'alaihiwasallam tidak mengangkat kedua tangannya waktu berdo'a seperti berdoa'a pada waktu sehabis salam dari shalat, membaca do'a diantara dua sujud, dan membaca do'a sebelum salam dari shalat serta pada waktu berdo'a dalam khutbah jum'at dan idhul fitri, tidak pernah ada hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah berdo'a dengan mengangkat tangan pada waktu-waktu tersebut.
Rasulullah salallahu'alaihiwasallam adalah merupakan panutan kita dalam segala hal, apa yang ditinggalkan dan apa yang dilaksanakan adalah sesuatu yang baik untuk ummatnya, akan tetapi jika dalam khutbah Jum'at khatib membaca doa istisqa', maka dianjurkan mengangkat tangan dalam berdo'a sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah salallahu'alaihiwasallam. (Shahih Al-Bukhari, Bab Istisqa', bab Jama'ah mengangkat tangan bersama imam 2/21)
Dianjurkan mengangkat tangan dalam berdoa'a setelah shalat sunnah tetapi lebih baik jangan rutin melakukannya karena Rasulullah salallahu'alaihiwasallam tidak rutin melakukan perbuatan tersebut dan seandainya demikian, maka pasti kita menemukan riwayat dari beliau salallahu'alaihiwasallam dan para sahabat selalu menyampaikan segala tindakan dan ucapan beliau baik dalam keadaan mukim atau safar.
    Dan tidak dianjurkan mengangkat tangan dalam membaca do'a thawaf sebab Nabi salallahu' alaihiwasallam berkali-kali melakukan thawaf dan tidak ditemukan ada satu riwayatpun yang menjelaskan bahwa beliau berdo'a mengangkat tangan pada saat thawaf.
Sesuatu yang terbaik adalah mengikuti contoh dari  Rasulullah salallahu'alaihiwasallam dan sesuatu yang terburuk adalah mengikuti perbuatan bid'ah yang mengada-ngada dalam agama ini.
Cara mengangkat tangan dalam berdo'a
        Ibnu Abbas berpendapat bahwa cara mengangkat tangan dalam berdo'a adalah kedua tangan diangkat hingga sejajar dengan kedua pundak, dan beristigfar berisyarat dengan jari, adapun ibtihal (Istighosah) dengan mengangkat tangan tinggi-tinggi. (Sunan Abu Daud, bab Witir, bab Do'a 2/79 no. 1490 dishihkan oleh Al-Albani dalam sunan Abi Daud )
       Imam Al-Qasim bin Muhammad berkata bahwa saya melihat ibnu umar berdo'a di Al-Qashi dengan mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kedua pundaknya dan kedua telapak tangannya dihadapkan kearah wajahnya. (Dishahihkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 11/147. dinisbatkan kepada Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad tetapi tidak ada).
Cara mengangkat tangan dalam berdo'a
      Pertama : Mengangkat kedua tangan dan mengarahkan kedua telapak tangan ke wajah, berdasarkan riwayat dari Umair Maula Abi Al-Lahm bahwa dia melihat Nabi salallahu'alaihiwasallam berdo'a istisqa' di Ahjari Zait dekat denga Zaura' sambil berdiri mengangkat kedua telapak tangannya tidak melebihi diatas kepalanya dan mengarahkan kedua telapak tangan kearah wajahnya. (Hr. Abu Daud dalam Sunannya Kitab Shalat bab Raf'ul Yadain fil Istisqa' 1/303 no. 1168. disahahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih sunan Abu Daud 1/226 no. 1035).
      Kedua : Mengangkat tangan tinggit-tinggi dan mengarahkan keluar telapak tangan kearah langit dan dalam telapak tangan ke arah bumi. dari Anas bahwa beliau melihat Rasulullah salallahu'alaihiwasallam berdo'a saat istisqa'dengan mengangkat tangan tinggi-tinggi dan mengarahkan telapak tangansebelah dalam ke arah bumi hingga terlihat putih ketiaknya. (Hr. Abu Daud dalam Sunannya Kitab Shalat bab Raf'ul Yadain fil Istisqa' 1/303 no. 1168. disahahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih sunan Abu Daud 1/226 no. 1035).
Demikian semoga artikel ini dapat bermanfaat bua kita semua. aamiin.



Dikutib dari kitab Jahalatun Nas fid Du'a karya Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih dengan sedikit tambahan dan pengurangan.


Jumat, 15 Juni 2012

Hukum Membaca Istigfar Untuk Orang Kafir

 Oleh : Abu Muhammad Ma'ruf Al-Bimawi

Mendoakan orang kafir agar diberi rahmat dan pengampunan adalah diharamkan, dan barangsiapa yang melakukannya, maka dia telah berdosa dan tidak dikabulkan doanya Allah subhanahuwata'ala berfirman dalam surat At-Taubah : 113-114 yang artinya.

113. Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.
114. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, Maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi Penyantun. 

         Imam At-Thabari berkata bahwa yang dimaksud dengan ayat diatas, tidak patut bagi Nabi Muhammad salallahu'alaihiwasallam dan orang-orang yang beriman memintakan ampun kepada Allah untuk orang-orang musyrik, meskipun mereka kerabatnya sendiri, setelah datang penjelasan dari Allah bahwa mereka termasuk penghuni Neraka jahim, artinya setelah mereka meninggal dunia dalam keaadaan syirik dan menyembah berhala maka jelas mereka termasuk penghuni Neraka. Sebab Allah telah memutuskan bahwa orang yang meninggal dunia dalam keadaan syirik tidak akan diampuni dosanya. Sehingga tidak patut seseorang meminta kepada Allah sesuatu yang telah diketahui bahwa Dia tidak mungkin melakukannya. Jika mereka berhujjah bahwa Nabi Ibrahim memintakan ampun kepada Allah untuk bapaknya, maka jawabannya bahwa permintaan ampun untuk bapaknya tidak lain hanyalah suatu janji yang telah diikrarkan kepada bapaknya. maka setelah jelas bahwa bapaknya adalah musuh Allah dia meninggalkannya dan berisigfar serta berlepas diri daripadanya dan lebih memilih Allah serta mendahulukan perintah-Nya. (Tafsir Thabari 11/30. ).
       Dan boleh mendoakan kejelekan atas mereka agar dibutakan hati mereka dan tidak menerima cahaya iman. sebagaimana firman Allah dalam surat Yunus : 88-89 yang artinya.

88. Musa berkata: "Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, Ya Tuhan Kami - akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan Kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, Maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih."
89. AlIah berfirman: "Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang Lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak Mengetahui".

          Dari Abdullah radhiyallahu 'anhu, dia berkata tatkala Rasulullah salallahu'alaihiwasallam berdiri shalat disamping Ka'bah, maka datanglah sekumpulan orang quraisy, ada seorang diantara mereka yang berkata: " Adakah diantara kalian yang mau mecari kotoran onta ?, baik berupa darah, kotoran atau usus-ususnya untuk dibawa kemari dan jika Muhammad sujud, kita letakkan kotoran tersebut diatas pundaknya. Lalu diantara mereka yang paling celaka mencari kotoran dan tatkala Rasulullah salallahu'alaihiwasallam sujud kotoran itu mereka letakkan diatas pundaknya sehingga beliau salallahu'alaihiwasallam tertahan disujudnya. Dan mereka tertawa terbahak-bahak melihat tontonan tersebut. setelah itu Juwairiyah menyampaikan kejadian tersebut kepada Fatimah, maka Fatimah segera datang ke tempat kejadian dan dalam keadaan beliu salallahu'alaihiwasallam bersujud fatimah menyingkirkan kotoran yang ada dipundak Rasulullah tersebu. Kemudian Fatimah mendatangi mereka dan menghardiknya. Seusai shalat Rasulullah salallahu'alaihiwasallam berdo'a: Ya Allah hancurkanlah kaum quraisy, Ya Allah hancurkanlah kaum quraisy, Ya Allah hancurkanlah kaum quraisy. Kemudia beliau salallahu'alaihiwasallam mendoakan mereka dengan menyebut namanya satu persatu: Ya Allah hancurkanlah Amr bin Hisyam, Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Walid bin Urbah, Umayyah bin Khalaf, 'Uqbah bin Abu Mu'ith dan Amarah bin Al-Walid. Abdullah berkata : " Demi Allah saya menyaksikan mereka semuanya terkapar mati di perang Badr. Dan Rasulullah salallahu'alaihiwasallam melaknat mereka semua pada waktu perang Badr. (HR. Al-Bukhari, kitab Ash-Shalat bab Mar'ah Tuthrah ala Mushalla minal 'Adza 1/131).
         Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata bahwa sesekali Rasulullah salallahu'alaihiwasallam berdoa kepada Allah agar mereka dihancurkan dan kadang-kadang beliau Rasulullah salallahu'alaihiwasallam kepada Allah agar mereka diberi hidayah, pada saat Rasulullah salallahu'alaihiwasallam mendapat tekanan yang sangat dahsyat, maka beliau salallahu'alaihiwasallam menempuh cara yang pertama dan apabila banyak yang beriman dan yang lainnya diharapkan masuk islam, maka beliau berdoa kepada Allah aga mereka diberi hidayah.(Fathul Bari 6/126)
    Dibolehkan mendoakan orang kafir agar Allah menahan hujan dari langitatau menurunkannya. Dari Masruq bahwa beliau berkata: Saya datang kepada Abdullah Ibnu Mas'ud dan dia berkata: Setelah lama kaum quraisy tidak menanggapi ajakan Rasulullah salallahu'alaihiwasallam, maka berliau berdoa agar tidak turun hujan kepada mereka dan terjadilah paceklik sehingga banyak yang meninggal dan memakan bangkai ata tulang. Kemudian Abu Sufyan mendatangi Rasulullah salallahu'alaihiwasallam dan berkata: wahai Muhammad, engkau datang menyuruh untuk menyambung kerabat, sesungguhnya kaummu banyak yang binasa, maka berdoalah kepada Allah. Lalu beilau membaca ayat 10 dalam surat Ad-Dukhan yang artinya:
" Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata" (Ad-Dukhan : 10)
        Tetapi mereka kembali kafir kepada Allah, sebagaimana firman Allah yang turun pada saat perang Badr.
" (Ingatlah ) hari (ketika ) kami menghantamkan mereka dengan hantaman yang keras (Ad-Dukhan : 10).
       Dan Dalam riwayat yang lain dari Mansyur bahwasannya Rasulullah salallahu'alaihiwa sallam berdoa agar turun hujan, maka seketika itu, hujan pun turun dengan lebat.  
(Shahih Al-Bukhari, bab Istisqa' 2/19)

       Dan boleh berdoa kepada Allah agar diberi hidayah berdasarkan hadist dari abu hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa dia berkata: Thufail bin Amr datang kepada Rasulullah salallahu'alaihiwasallam dan berkata: "Sesungguhnya kabila Daus banyak yang binasa karena mereka sering bermaksiat dan membangkang, maka berdoalah untuk mereka. maka Rasulullah salallahu'alaihiwasallam berdoa:

Ya Allah berilah petunjuk kabilah Daus (agar masuk Islam) dan datangkanlah mereka itu. (Shahih Al-Bukhari, Kitab Ad-Da'waat)


 Dikutip dari kitab Jahalatun Nas Fid Du'a Karya Ismail bin Marsyud bin Ibrahim ar-Rumain
edisi Indonesia : Kesalahan Dalam Berdo'a





Jumat, 08 Juni 2012

WASIAT ASY-YAFI'I MENJELANG AJALNYA



 Oleh : Abu Muhammad Ma'ruf Al-Bimawi
 Jum'at/08/06/2012

Al-Muzanni menceritakan, " Aku menjenguk Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i Rahimahullah menjelang ajalnya. Aku katakan kepadanya  " Wahai Abu 'Abdillah, semoga Allah merahmatimu. Berilah aku nasihat !" Beliau Berkata.

" Bertakwalah kepada Allah, gambarkanlah akhirat dalam hatimu, letakkan kematian di depan matamu, jangan lupa engkau akan berdiri dihadapan Allah subhanahuwata'ala, jadilah orang yang bergetar bila nama Allah disebut, jauhilah perkara yang diharamkan-Nya, tunaikanlah perintah-Nya, tetaplah bersama kebenaran dimana saja ia berada, jangan remehkan ni'mat Allah kepadamu meskipun sedikit namun terimalah dengan rasa syukur!, hendaklah sikap diammu merupakan renungan, perkataanmu merupakan dzikir, dan pandanganmu merupakan pelajaran! Maafkanlah orang yang mendzalimimu, sambunglah silaturahim yang orang putus darimu, berbuat baiklah kepada orang yang berbuat buruk kepadamu, bersabarlah atas segala musibah dan mohonlah perlindungan kepada Allah dari neraka dengan jalan takwa! ".

         Aku berkata, " Berilah aku nasihat lainnya, wahai Abu Abdillah !, semoga Allah merahmatimu."
Beliau berkata,

" Hendaklah kebenaran menjadi lisanmu, memenuhi janji sebagai penopangmu, rahmat sebagai buahmu, syukur sebagai kesucianmu, kebenaran sebagai tetanggamu, keridhaan sebagai amanahmu,pemahaman sebagai sebagai ilmumu, harapan sebagai kesabaranmu, ketakutan sebagai hijabmu, kejujuran sebagai perkiraanmu, sedekah sebagai bentengmu, rasa malu sebagai penguasamu, kelembutan sebagai mentrimu, tawakkal sebagai perisaimu, dunia sebagai penjaramu, kemiskinan sebagai teman berbaringmu, kebenaran sebagai pemandumu, haji dan jihad sebagai pencarianmu, Al-qur'an sebagai pembicaraanmu, dan Allah sebagai pengawas dirimu! barang siapa memiliki sifat ini, niscaya ia masuk kedalam syurga"

      Ar-Rabi' bin Sulaiman berkata, " pada waktu Maghrib sebelum wafatnya Asy-Syafi'i, putra pamannya yang bernama Ya'kub bertanya kepadanya, " Apakah kami kami boleh turun untuk mengerjakan sholat?" Beliau balik bertanya, " Apakah kalian hendak duduk-duduk saja sambil menunggu nyawaku keluar?" Maka kamipun turun mengerjakan shalat. Usai shalat kami kerumahnya lalu berkata, " Kami telah melaksanakan shlat. Semoga Allah membuat keadaanmu menjadi lebih baik." Beliau menjawab, "Ya". Lalu beliau meminta diambilkan air, dan kala itu musimnya adalah musim dingin. Oleh karenanya anak pamannya bertanya kepadanya, " Apakah airnya perlu aku campurkan dengan air hangat?" Asy-Syafi'i Rahimahullah menjawab, " Tidak. Tapi dicapur dengan Zubb As-Safarjal." 

        Beliau wafat seiring berakhirnya waktu 'Isya pada hari kamis dan kami kembali dari mengantarkan jenazahnya pada malam jum'at. Kami melihat hilal bulan Sya'ban pada tahun 204 Hijriyah, dan beliu tutup usia 50 tahun lebih. Ada yang mengatkan usianya ketika wafat 54 tahun."
 Wallahu a'lam

Dikutip dari kitab "Ash-Shabatu wa Ash-Shalihuna 'ala Firasyil Maut " Karya Syaikh Majdi Fathi As-Sayyid





 

Berbagi

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More